Menurut undang-undang No. 36 Tahun 1999 mengenai Telekomunikasi pada
pasal 38 yang berisikan “Setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang
dapat menimbulkan gangguan fisik dan elektromagnetik terhadap
penyelenggaraan telekomunikasi”. Pada undang-undang ini lebih terfokus
kepada gangguan yang bersifat infrastruktur dan proses transmisi data,
bukan mengenai isi content informasi. Dengan munculnya undang-undang ini
membuat terjadinya perubahan dalam dunia telekomunikasi.
Jadi UU no.36 tersebut dapat mengatur penggunaan teknologi informasi,
karena dalam undang-undang tersebut berarah kepada tujuan telekomunikasi
dan otomatis dapat sekaligus mengatur penggunaan informasi tersebut
sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.
Dalam undang-undang ini juga tertera tentang penyelenggaraan
telekomunikasi, sehingga telekomunikasi dapat diarahkan dengan baik
karena adanya penyelenggaraan telekomunikasi tersebut. Penyidikan dan
sangsi administrasi dan ketentuan pidana pun tertera dala undang-undang
ini, sehingga penggunaan telekomunikasi lebih terarah dan tidak
menyimpang dari undang-undang yang telah ada. Sehingga menghasilkan
teknologi informasi yang baik dalam masyarakat.
Peraturan mengenai telekomunikasi diatur pada Undang - Undang No 36
Tahun 1999 tentang telekomunikasi. Undang - Undang No 36 Tahun 1999
terdiri dari 9 Bab dan 64 Pasal yang mengatur segala hal yang
berhubungan dengan telekomunikasi di Indonesia, diantaranya asas dan
tujuan telekomunikasi, pembinaan, penyelenggaraan, larangan praktek
monopoli, perizinan, hak dan kewajiban penyelenggara dan masyarakat,
interkoneksi dan biaya hak penyelenggaraan, sanksi dan hal - hal lain
yang masih banyak di bahas pada pasal - pasal Undang- Undang tersebut.
Dengan kemajuan dunia telekomunikasi yang pesat dari hari ke hari maka
Undang - Undang telekomunikasi ini sangat membantu dalam memberikan
batasan baik bagi penyelenggara komunkasi, pengguna maupun pihak
pemerintah dalam melakukan aktivitas yang berhubungan dengan penggunaan
teknologi informasi.
Contoh Kasus:
Masih segar dalam ingatan kita bagaimana seorang Dani Firmansyah
menghebohkan dunia hukum kita dengan aksi defacing-nya. Defacing alias
pengubahan tampilan situs memang tergolong dalam cybercrime dengan
menggunakan TI sebagai target.Sesungguhnya aksi ini tidak terlalu fatal
karena tidak merusak data penting yang ada di lapisan dalam situs
tersebut.Aksi ini biasa dilakukan sekadar sebagai peringatan dari satu
hacker ke pihak tertentu.Pada cyberwar yang lebih besar ruang
lingkupnya, defacing melibatkan lebih dari satu situs.Defacing yang
dilakukan Dani alias Xnuxer diakuinya sebagai aksi peringatan atau
warning saja.Jauh-jauh hari sebelum bertindak, Dani sudah mengirim pesan
ke admin situs
http://tnp.kpu.go.id bahwa
terdapat celah di situs itu.Namun pesannya tak dihiraukan.Akibatnya
pada Sabtu, 17 April 2004, tepatnya pukul 11.42, lelaki berkacamata itu
menjalankan aksinya. Dalam waktu 10 menit, Dani mengubah nama
partai-partai peserta Pemilu dengan nama yang lucu seperti Partai Jambu,
Partai Kolor Ijo dan sebagainya. Tidak ada data yang dirusak atau
dicuri.Ini aksi defacing murni. Konsultan TI PT. Danareksa ini
menggunakan teknik yang memanfaatkan sebuah security hole pada MySQL
yang belum di patch oleh admin KPU. Security hole itu di-exploit dengan
teknik SQL injection. Pada dasarnya teknik tersebut adalah dengan cara
mengetikkan string atau command tertentu pada address bar di browser
yang biasa kita gunakan. Seperti yang diutarakan di atas, defacing
dilakukan Dani sekadar sebagai unjuk gigi bahwa memang situs KPU sangat
rentan untuk disusupi.Ini sangat bertentangan dengan pernyataan Ketua
Kelompok Kerja Teknologi Informasi KPU Chusnul Mar’iyah di sebuah
tayangan televisi yang mengatakan bahwa sistem TI Pemilu yang bernilai
Rp. 152 miliar, sangat aman 99,9% serta memiliki keamanan 7 lapis
sehingga tidak bisa tertembus hacker.
Dani sempat melakukan spoofing alias penghilangan jejak dengan memakai
proxy server Thailand, tetapi tetap saja pihak kepolisian dengan bantuan
ahli-ahli TI mampu menelusuri jejaknya.Aparat menjeratnya dengan
Undang-Undang (UU) No. 36 / 1999 tentang Telekomunikasi, khususnya pasal
22 butir a, b, c, pasal 38 dan pasal 50.Dani dikenai ancaman hukuman
yang berat, yaitu penjara selama-lamanya enam tahun dan atau denda
sebesar paling banyak Rp. 600 juta rupiah.